Suku pedalaman sudah tentu etnik dan suku etnik tak selamanya berada di pedalaman, itulah yang dapat saya ungkapkan ketika kehidupan kita ini mulai bergeser ke era virtual yang semakin menggerogoti sehingga kita telah melupakan masyarakat yang berada di pedalaman Indonesia. Segi budaya, sejarah, dan kebahasaan kiranya merupakan sebuah bingkai yang seharusnya diabadikan agar dapat berkontribusi. Kali ini saya bersama CAMPLADEAN berjalan menyusuri wilayah pedalaman tepatnya berada di desa Kolobias, kecamatan Pagimana, kabupaten Banggai, provinsi Sulawesi Tengah. Suku pedalaman Kolobias ini adalah perpindahan suku dari Baloa Doda memakan waktu berjalan kaki hingga 4 sampai 5 hari, namun letak Kolobias lebih dekat dari desa Bulu’ (desa terakhir) hanya 1 hari perjalanan.
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_93216db3f3734513b83302d8af090b2d~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_93216db3f3734513b83302d8af090b2d~mv2.jpg)
Day 1 (19 Desember 2016) :
Berangkat dari kota Manado jam 08.00 menggunakan CV. Garuda (mobil Innova/Avanza), satu jam sebelumnya saya sudah dijemput dari rumah dan melakukan transaksi pembayaran uang transportasi. Anda tinggal memilih jika ingin duduk di kursi paling depan harganya Rp. 200.000, di tengah Rp. 175.000 dan paling belakang Rp. 150.000 (harga per-orang). Perjalanan memakan waktu 8-9 jam, langsung diturunkan di pelabuhan kapal Ferry Gorontalo. Anda juga akan mampir makan siang di RM. Sakinah dengan harga Rp. 30.000/porsi sudah termasuk minuman.
![CV. Garuda](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_2a2736d6110d472f942006f56070cf41~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_719,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_2a2736d6110d472f942006f56070cf41~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_b36ce2371f124e94ae5938382c5e1bb5~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_b36ce2371f124e94ae5938382c5e1bb5~mv2.jpg)
![Pelabuhan Ferry Gorontalo](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_94f8185ce4834d28902425a6b41d9ce8~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_94f8185ce4834d28902425a6b41d9ce8~mv2.jpg)
Jangan lupa untuk membawa bekal pada saat akan berangkat dengan kapal Ferry nanti karena kantin di dalam kapal hanya menjual minuman panas dan mie instan (cup). Tiket masuk kapal Rp. 70.000 menuju Pagimana untuk kelas ekonomi alias untung-untungnya dapat tempat di dalam kapal, saya sering membawa matras untuk berjaga-jaga.
Day 2 (20 Desember, 2016) :
Setibanya di Pelabuhan Pagimana jam 07.00 saya mampir makan harganya Rp. 35.000/porsi sudah termasuk minuman. Di pelabuhan Pagimana sudah ada mobil (APV/Innova/Avanza) menuju kota Luwuk karena saya akan packing di Mapala UNTIKA dan bertemu dengan tim saya di sana alias tim yang sudah sering bepergian dengan saya ke wilayah pedalaman Sulawesi Tengah, yaitu Adhielo dan Aim.
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_848d7bce38904a77860292f0e9f3033d~mv2_d_1431_1349_s_2.jpg/v1/fill/w_980,h_924,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_848d7bce38904a77860292f0e9f3033d~mv2_d_1431_1349_s_2.jpg)
Menuju kota Luwuk dari Pagimana hanya sekitar 1 jam lewat 20 menit dan harga transportasi menuju Luwuk Rp. 50.000/orang. Malam harinya saya langsung belanja dan packing karena keesokan harinya jam 11.00 harus langsung ke arah Pagimana lagi dan bertemu tim saya yang satunya lagi bernama Jul Tahili yang berdomisili di Tongkonunuk tidak jauh dari Pagimana.
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_9c0b988227a74e74a7551c5bd64f7199~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_9c0b988227a74e74a7551c5bd64f7199~mv2.jpg)
Saya sangat berterima kasih kepada teman-teman yang telah membantu perjalanan saya bersama CAMPLADEAN, yaitu teman-teman yang khususnya dari KPA Iguana, KPA Savana, KPLH Sampa, dan Mapala UNTIKA mengingat saya sendiri masih banyak kekurangan dan selalu ingin belajar.
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_4c608ffd592d4b6c9f97b1e33e5bfb4a~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_4c608ffd592d4b6c9f97b1e33e5bfb4a~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_a49d61f9570b4e4f83da2c0431b43a14~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_a49d61f9570b4e4f83da2c0431b43a14~mv2.jpg)
Day 3 (21 Desember, 2016) :
Untuk transport dari kota Luwuk menuju Pagimana masih dengan harga yang sama Rp. 50.000/orang, turun di RM. Umrah menunggu tim saya sambil mengambil gambar dari seorang Ibu yang menjual gelang akar bahar harganya mulai dari Rp. 10.000 sampai dengan Rp. 100.000. Di depan RM. Umrah (Pagimana) saya juga sambil mencari ojek untuk 3 motor dan memang sangat susah mencari ojek ke desa terakhir, yaitu desa Bulu. Tiba di desa Bulu jam 15.00 menggunakan ojek dengan harga Rp. 40.000/orang, kemudian berjalan kaki melakukan pendakian ke arah pedalaman. Jalan yang kami telusuri baru sekitar 150 meter langsung dapat pendakian yang begitu panjang, kami berjalan sangat pelan mengingat beban yang kami bawa rat-rata di atas 70 liter (ukuran carrier). Sesekali bertemu dengan sungai yang tidak terlalu besar untuk beristirahat dan pada akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di sungai Hako karena hari mulai gelap dan sangat beresiko untuk berjalan di malam hari, jalur ke arah Kolobias banyak ditemukan jalur percabangan (pertigaan) bisa saja kami tembus di jalur bawah (perkebunan masyarakat Bulu) yang memakan waktu lebih lama tiba di lokasi.
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_41f403d603dc42a7aaf606a048692e2e~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_41f403d603dc42a7aaf606a048692e2e~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_16380bd2932445f8baabad916deacd06~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_16380bd2932445f8baabad916deacd06~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_df55244c65c44dffa476c4cd1e3e295b~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_df55244c65c44dffa476c4cd1e3e295b~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_0a6d179a8a0f4b4e828e7c51b1932bc5~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_0a6d179a8a0f4b4e828e7c51b1932bc5~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_206f8a6b8e22404c80a5cd0c9c470251~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_206f8a6b8e22404c80a5cd0c9c470251~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_d269b02be2734b1297c896e63ab3238d~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_d269b02be2734b1297c896e63ab3238d~mv2.jpg)
Day 4 (22 Desember, 2016) :
Sepanjang perjalanan kami berusaha untuk tiba secepat mungkin karena ketika hujan turun maka jalan akan sangat licin, jalur ini sangat berbeda dengan jalur di hutan lainnya. Hutan yang begitu rapat dan banyak jalur bebatuan sungai yang begitu lembab sangat berpotensi bagi kami untuk tiba di Kolobias lebih lama lagi. Saya bersama Jul sempat berhenti di batangan pohon untuk mengambil beristirahat, sungguh jalur ke Kolobias ini bagi saya sangat RECOMMENDED untuk dibuat lomba Orienteering bertaraf Internasional (patut dicoba !! super Extreme !!).
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_9d9fb62caabd42618cd728d0722e2a05~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_9d9fb62caabd42618cd728d0722e2a05~mv2.jpg)
Adapun batu di tengah hutan yang begitu besar, seakan pernah ditinggal oleh orang-orang primitif, sangat eksotik. Dan pada akhirnya kami tiba di desa Kolobias jam 12.00 disambut hamparan pemandangan desa yang begitu hijau dan saya sedikit kaget karena dulunya lokasi ini hanya ada satu rumah persinggahan dan dikelilingi hutan lebat. Sekarang desa Kolobias ini menjadi sangat terbuka, tak heran akan ditemukan pohon-pohon yang telah ditebang untuk dibuatkan rumah-rumah yang baru. Kondisi ini disebabkan karena ketidakmampuan fisik dari masyarakat yang dulunya tinggal di Baloa Doda yang harus berjalan berhari-hari sedangkan mereka setiap dua minggu sekali harus turun menjual hasil bumi, harus menjenguk anak mereka yang bersekolah SMP dan SMA di Pagimana, dan lebih miris lagi anak-anak dari Baloa Doda akan berpikir 1000 kali lipat jika mereka akan pulang kampung di Baloa Doda.
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_a85c20d13cbd4099a08d627a2d29a1a1~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_780,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_a85c20d13cbd4099a08d627a2d29a1a1~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_6a4c5c13536443ae8f94b4775a2c3d2a~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_6a4c5c13536443ae8f94b4775a2c3d2a~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_6dcc4f464c314478b31dd6b3de1197c7~mv2_d_1430_1585_s_2.jpg/v1/fill/w_980,h_1086,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_6dcc4f464c314478b31dd6b3de1197c7~mv2_d_1430_1585_s_2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_0fb64e464cc048a9a8e8ea9c8f60c7cf~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_0fb64e464cc048a9a8e8ea9c8f60c7cf~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_2fe6432fb6a64247ac02b997495a9575~mv2_d_1430_1543_s_2.jpg/v1/fill/w_980,h_1057,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_2fe6432fb6a64247ac02b997495a9575~mv2_d_1430_1543_s_2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_799b948964a741a892a5b828e9eb6baa~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_799b948964a741a892a5b828e9eb6baa~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_57025d9fadf94f59b6afa7cf03356b88~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_628,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_57025d9fadf94f59b6afa7cf03356b88~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_2623de6372ae45fab1e195b117f86edc~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_654,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_2623de6372ae45fab1e195b117f86edc~mv2.jpg)
Kesempatan yang sangat besar ini membawa saya untuk meneliti bahasa yang ada di Kolobias, yaitu bahasa Loinang. Dari segi sejarah dan kebudayaan sampai sekarang masih saya pelajari dengan sangat dalam dan berpikir dengan keras bahwa apakah perpindahan masyarakat suku pedalaman Kolobias ini akan memusnahkan bahasa Loinang pada kurun waktu 10 hingga 20 tahun kedepan? Perpindahan dari mereka adalah sebuah masalah bagi saya pribadi sebagai seorang peneliti kebahasaan, namun perpindahan bagi mereka adalah sebuah keputusan yang tepat agar anak-anak, keluarga, dan akses ke kota sangat mudah untuk dijangkau.
Day 5-7 (23-25 Desember, 2016) :
Selama tinggal di suku pedalaman Kolobias, mata saya dimanjakan oleh pemandangan, orang-orang yang sangat sopan dan baik sekali menjamu tamu, berkata-kata yang sopan, tidak pernah mengeluhkan sesuatu, dan masih banyak lagi. Jika Anda melihat foto di atas terhadap anak-anak yang menggunakan seragam sekolah yang bermacam-macam kira-kira apa yang ada di benak Anda?
Jika Anda melihat mereka sebagian besar tidak menggunakan alas kaki ke sekolah, apa yang Anda pikirkan?
Jika melihat batu besar yang sangat elegan di pedalaman, apa yang akan Anda lakukan dengan batu Kolobias tersebut? Duduk di bawahnya sambil membaca buku seperti yang saya lakukankah? Itu adalah tempat persinggahan atau tempat beristirahat suku Baloa Doda yang sangat nyaman.
Jika Anda dan saya menggunakan tas yang begitu mahal dan nyaman, di sana hanya ada “basung” (tas punggung), maukah Anda menggunakannya di kota besar?
Terlihat ekspresi “tete’ Lewi” adalah sebutan dari seorang kakek yang beranak delapan mungkin agak miris terlihat dari wajah dan pakaiannya, namun tahukah Anda bahwa mereka sangat nyaman dengan kondisi mereka? Yah, mereka tidak pernah mengeluh untuk berkata-kata kalau mereka tidak punya uang dan tidak punya makanan. Malah saya diajak masuk ke bagian dapur mereka sambil berfoto bersama isterinya dan disuguhi “kiningki” atau kue basah yang terbuat dari parutan milu dan dikukus.
Adapun foto yang hampir satu kampung muat di dalam satu frame, ini hanya ada pada momen Natal 25 Desember 2016. Saya sangat menantikan momen ini agar mereka semua berkumpul dan foto saya tidak hanya pemandangan saja. Untuk true story mengenai Natal di Suku Pedalaman Kolobias akan dimuat beberapa hari lagi.
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_f2045b10b71747f1ad18613bb561f95f~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_f2045b10b71747f1ad18613bb561f95f~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_7688916e79d346c7a00d09c6f14decbb~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_7688916e79d346c7a00d09c6f14decbb~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_dc032642a8d34c04a9f9c4a4a5b92b88~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_dc032642a8d34c04a9f9c4a4a5b92b88~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_81603049be1b48a9b85d25be93392a47~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_81603049be1b48a9b85d25be93392a47~mv2.jpg)
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_dab827e6b3514cfcbdc172cdc030570d~mv2_d_1430_1906_s_2.jpg/v1/fill/w_980,h_1306,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_dab827e6b3514cfcbdc172cdc030570d~mv2_d_1430_1906_s_2.jpg)
Day 8 (26 Desember, 2016) :
![](https://static.wixstatic.com/media/2b37b4_6a0e142e6f83498f9f45b172057ae8e5~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_735,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/2b37b4_6a0e142e6f83498f9f45b172057ae8e5~mv2.jpg)
Saatnya bergegas pulang dari suku pedalaman Kolobias ke arah Bulu-Pagimana-Luwuk, arah pulangnya belum tuntas atau langsung dapat ojek dari desa terakhir, saya bersama tim berjalan kaki sekitar 3 kilo lagi dari desa Bulu ke desa Asaan karena susahnya kendaraan. Untung-untungnya ada mobil yang mau memuat kami hingga ke Pagimana karena mobil yg ke arah kota Luwuk hanya ada di Pagimana. Biaya dapat dikalkulasikan kembali, yang saya infokan baru biaya perjalanan sekali jalan saja, belum termasuk biaya balik ke kota Luwuk dan belanjaan logistik selama perjalanan Rp. 1.500.000 belum termasuk juga biaya makan sehari-hari selama di kota besar dan jangan lupa memberikan sumbangan seperti bahan pokok yang diberikan secara perwakilan kepada Kepala Desa maupun ke anak-anak jika ingin berkunjung di Kolobias.